10. Kompromi

Sebenernya, poin ini nyambung banget sama yang gua bahas di poin sebelumnya soal komunikasi.
Setelah kita bisa ngerti cara ngomong, cara nyampein, bisa baca situasi, dan ngerasain suasana… langkah selanjutnya adalah kompromi.

Menurut gua, kompromi itu bukan soal siapa yang ngalah, tapi soal gimana dua kepala yang beda bisa ketemu di tengah-tengah. Apalagi kalau dua pendapat itu sama-sama masuk akal, dan gak ada urusannya sama benar atau salah—cuma beda perspektif aja.

Contohnya, dalam hubungan—baik pertemanan, pasangan, kerja tim—pasti ada aja bentrok.

  • Yang satu sukanya cepet, yang satu sukanya hati-hati.
  • Yang satu sukanya langsung to the point, yang satu sukanya santai dulu baru ngomong.
    Kalo dua-duanya maksa, ya gak jalan.
    Makanya dibutuhkan kompromi, biar semua tetap bisa lanjut dan nyaman.

Gua jadi inget quote yang bilang:

“Compromise is not about losing. It’s about deciding that the other person has just as much right to be happy as you do.”

Dalam Islam pun kita diajarin buat bersikap adil dan saling memudahkan.
Rasulullah SAW bersabda:

“Permudahlah, dan jangan mempersulit. Berilah kabar gembira, dan jangan membuat orang lari.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Artinya, kita diminta buat cari titik tengah—bukan keras kepala, tapi juga bukan asal ngalah.

Kompromi itu bukan lemah.
Justru kompromi itu tanda kita cukup dewasa buat mikir bareng-bareng, bukan menang-menangan.
Dan percaya, hidup itu lebih enak kalau kita bisa kompromi.