Di tempat kerja, waktu itu kita lagi ngobrol dan tiba-tiba kita disuruh ngisi tes kepribadian. Setelah hasilnya keluar, ada satu temen yang hasil tesnya di sisi perasaan itu hampir kosong, bahkan sampai 0! đ
Pas itu gua mikir, “Wah, ini kayaknya kejadian yang bener-bener nyata sih, ada orang yang bisa mikir sesuatu cuma atas dasar logika aja.”
Gua pribadi ngerasa, kadang memang kita lebih cenderung ke salah satuâlogika atau perasaanâtergantung situasi dan kondisi. Tapi yang penting adalah, keduanya harus saling melengkapi. Tanpa perasaan, kita mungkin kehilangan sisi manusiawi kita. Tanpa logika, kita bisa terjebak dalam keputusan yang impulsif atau emosional.
Yang menarik juga dalam agama, logika dan perasaan itu nggak pernah jalan sendiri-sendiri, tapi justru saling menguatkan. Dalam banyak hal, emosi kita bisa jadi pendorong kuat buat bertindak baik, tapi tanpa logika, kadang kita jadi impulsif. Sebaliknya, logika yang terlalu kering tanpa perasaan bisa jadi nyakitin orang atau bahkan bikin kita kurang peduli dengan kondisi sekitar.
Yang penting adalah kita tau kapan harus menggunakan logika, dan kapan harus lebih mendengarkan hati kita. Keseimbangan antara keduanya adalah kunci untuk menjalani hidup dengan lebih bijak.