8. Keresahan

Menurut gua, memelihara keresahan itu penting.
Kedengerannya berat, tapi sebenarnya ini bagian dari cara kita buat tetap waras—tetap peka. Karena keresahan itu tandanya kita masih peduli, masih bisa bedain mana yang baik dan mana yang enggak.

Contohnya simpel aja.
Pas gua ngeliat orang buang sampah sembarangan, gua ngerasa risih. Itu bentuk keresahan kecil, tapi dari situ bisa muncul pertanyaan, “Kenapa sih orang buang sampah sembarangan?”
Dan dari pertanyaan itu, bisa berkembang jadi ide—mulai dari edukasi soal sampah, bikin konten, kampanye sosial, sampai ajak temen-temen buat bareng-bareng peduli lingkungan.

Intinya, keresahan itu bisa jadi awal dari perubahan.

Cuma emang, gak semua keresahan harus langsung diubah jadi gerakan besar. Kadang cukup ditulis, didiskusiin, atau dijadiin bahan refleksi diri aja dulu. Yang penting, kita gak jadi mati rasa.

Dalam Islam, keresahan yang positif itu bisa jadi bentuk keimanan.
Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”
(HR. Muslim)

Artinya, keresahan di hati itu pun dihitung sebagai iman—selama gak dibiarkan mati.

Secara psikologi juga, menurut Harvard Business Review, banyak inovasi dan solusi kreatif di dunia kerja maupun sosial justru lahir dari rasa frustrasi atau ketidakpuasan terhadap situasi tertentu. Jadi keresahan itu jangan dibungkam—arahin, bukan dipendam.